Belakangan
ini, simbokku sering banget datang dalam mimpi. Kata orang-orang, kalau
mimpi didatangi orang yag sudah meningggal, artinya orang tersebut minta
dikirimi doa. Tapi aku pikir bukan hanya masalah minta dikirimi doa,
karena mendoakan orang tua sudah menjadi wajib bagi anak-anaknya. Aku
memang sedang merindukan sosok simbokku dan bukan karena hari ibu.
Mungkin hanya moment-nya saja yang bertepatan dengan hari ibu. Aku
merasa masih bisa "berkomunikasi" dengan simbokku lewat mimpi. Entahlah,
tetapi itu yang aku rasakan. Semua orang punya caranya sendiri untuk
selalu merasa dekat dengan orang yang dicintainya.
Mungkin ada
yang bisa merasakan apa yang aku rasakan ketika kehilangan seorang ibu.
Jujur aku belum pernah bisa membahagiakan beliau semasa hidupnya. Malah
simbokku yang selalu berusaha membuatku tersenyum ketika beban hidup
menghampiriku. Simbok yang selalu menguatkan aku untuk selalu berdiri
tegak. Sepertinya hidupku lebih berat ketimbang simbok yang telah lama
menjalani semua fase hidup dibandingkan aku. Simbok selalu ada buatku.
Ketika cobaan hidup menerpaku, simbok ada disana, untukku.
Tak ada yang lebih menyakitkan di dunia ini selain kehilangan Simbok untuk selama-lamanya. Saat mendengar kabar Simbok meninggal, dunia terasa runtuh. Aku limbung, aku ingin menangis tapi tak satu bulir pun air mata menetes. Aku ingin berteriak, namun suaraku tersekat di kerongkongan. Aku tak tahu harus bagaimana. Seolah jiwaku pergi bersama Simbok. Aku hanya terduduk lemas tak berdaya.
Baru ketika malam tiba, aku bisa menangis meraung-raung menumpahkan segala sesak di dada. Amarah, benci, kerinduan, cinta, kesedihan tertumpah dalam tangisku malam itu. "Kenapa saat ini ya Allah? Kenapa harus sekarang? Kenapa harus aku yang harus menerima cobaan ini?" sejuta tanyaku dalam hati.
Sampai saat ini aku masih sangat merindukan simbokku dan apa yang bisa kulakukan selain menangis? Aku hanya bisa berdoa dan mendoakan semoga Simbok bahagia di sisi-Nya. Kalau itu memang yang terbaik, aku harus ikhlas. Ya Allah, muliakan simbokku di sisi-Mu. Amin
Tak ada yang lebih menyakitkan di dunia ini selain kehilangan Simbok untuk selama-lamanya. Saat mendengar kabar Simbok meninggal, dunia terasa runtuh. Aku limbung, aku ingin menangis tapi tak satu bulir pun air mata menetes. Aku ingin berteriak, namun suaraku tersekat di kerongkongan. Aku tak tahu harus bagaimana. Seolah jiwaku pergi bersama Simbok. Aku hanya terduduk lemas tak berdaya.
Baru ketika malam tiba, aku bisa menangis meraung-raung menumpahkan segala sesak di dada. Amarah, benci, kerinduan, cinta, kesedihan tertumpah dalam tangisku malam itu. "Kenapa saat ini ya Allah? Kenapa harus sekarang? Kenapa harus aku yang harus menerima cobaan ini?" sejuta tanyaku dalam hati.
Sampai saat ini aku masih sangat merindukan simbokku dan apa yang bisa kulakukan selain menangis? Aku hanya bisa berdoa dan mendoakan semoga Simbok bahagia di sisi-Nya. Kalau itu memang yang terbaik, aku harus ikhlas. Ya Allah, muliakan simbokku di sisi-Mu. Amin
Aku Tetap Mencintaimu
Menjadi ibu
kemudian meninggalkanmu, itu sama sekali bukan mauku. Kalau pun sekarang
kamu membenci ibu, ibu ikhlas . Kamu terlahir sebagai perempuan, suatu
hari kelak kamu akan merasakan menjadi ibu. Dan kamu akan tahu bagaimana
rasanya seorang ibu yang jauh dari buah hatinya. Sumpah, ibu tidak
pernah melupakanmu walaupun satu detik saja. Kalau banyak orang yang
bilang padamu bahwa ibu melupakanmu, ibu maklum karena mereka tidak
pernah mengenal ibu secara utuh. Ibu tahu, sekarang kamu belum mengerti
apa yang sebenarnya terjadi. Kalau sekarang ibu terkesan "melepaskanmu"
bukan berarti ibu sudah tidak menyayangi dan melupakanmu. Ibu melakukan
itu demi kebaikan kita. Ibu tak mau rebutan dengan siapapun yang bisa
mengganggu perkembanganmu. Sejauh kamu bahagia, ibu turut bahagia karena
kebahagiaanmu adalah yang utama.
Kalau ibu terlihat "bahagia" sekarang ini, mungkin karena rasa ikhlas itu. Ibu tahu banyak orang di sekitarmu yang berusaha "mencuci otakmu" dan "meracunimu" bahwa seakan-akan ibu melupakanmu. Ndak papa nak, iyakan saja untuk menyenangkan hati mereka. Sekali lagi, ibu percaya ketika kelak kamu dewasa, kamu akan paham segalanya. Ibu tidak sedang mengingatkanmu untuk membalas jasa karena ibu telah melahirkanmu. Tidak!! itu bukan tujuan ibu. Ibu hanya ingin kamu tahu bahwa ibu tak pernah melupakanmu, itu saja tak lebih. Karena ibu tahu, melahirkan adalah kodrat perempuan yang suatu hari nanti kamu pun akan menjalani kodrat itu.
Bulan agustus lalu, saat ibu pulang dan menjemputmu ibu masih ingat ceritamu dengan wajah takut-takut. Hari pertama, ibu tahu kamu masih ragu untuk mengungkapkan apa yang ada di hatimu dan ibu tak pernah memaksamu untuk bercerita. Ibu biarkan kamu melakukan apa pun yang kamu mau. Hari kedua, kamu sudah merasa ibu bukan "orang lain" dan kamu mulai bermanja-manja. Ibu suka itu, karena ibu pun merasa menemukan anaknya yang telah lama "hilang". Kamu mulai bercerita ini itu tanpa sedikitpun keraguan. Ibu menyimak dengan serius, candaan dan kadang juga "mem-bully" mu [maafkan ibu nak, ibu hanya tidak ingin kehilangan moments saat itu]. Kamu bercerita yang masih ibu simpan di memori sampai sekarang. Bagaimana mereka berusaha "menjatuhkan" ibu di hadapanmu. Bagaimana "racun-racun" itu berusaha dimasukkan alam bawah sadarmu. Ibu hanya tersenyum saja mendengar itu.
Ya!! ibu memang bukan ibu yang baik buatmu. Ibu tak pernah ada ketika kamu butuhkan. Jadi kamu tak perlu merasa harus balas jasa karena ibu melahirkanmu. Tapi percayalah ibu melakukan itu bukan suatu kesengajaan atau tanpa alasan. Ketika dewasa kamu akan mengerti semua. Hanya menunggu waktu saja. Sekarang nikmati yang ada di depanmu. Berusahalah untuk selalu bahagia, karena bahagiamu adalah bahagia ibu juga.
Anakku, percayalah ibu masih menyayangi sampai detik ini. Posisimu di hati ibu belum tergantikan oleh siapa pun. You're still my beloved one and the only one for me.
Kalau ibu terlihat "bahagia" sekarang ini, mungkin karena rasa ikhlas itu. Ibu tahu banyak orang di sekitarmu yang berusaha "mencuci otakmu" dan "meracunimu" bahwa seakan-akan ibu melupakanmu. Ndak papa nak, iyakan saja untuk menyenangkan hati mereka. Sekali lagi, ibu percaya ketika kelak kamu dewasa, kamu akan paham segalanya. Ibu tidak sedang mengingatkanmu untuk membalas jasa karena ibu telah melahirkanmu. Tidak!! itu bukan tujuan ibu. Ibu hanya ingin kamu tahu bahwa ibu tak pernah melupakanmu, itu saja tak lebih. Karena ibu tahu, melahirkan adalah kodrat perempuan yang suatu hari nanti kamu pun akan menjalani kodrat itu.
Bulan agustus lalu, saat ibu pulang dan menjemputmu ibu masih ingat ceritamu dengan wajah takut-takut. Hari pertama, ibu tahu kamu masih ragu untuk mengungkapkan apa yang ada di hatimu dan ibu tak pernah memaksamu untuk bercerita. Ibu biarkan kamu melakukan apa pun yang kamu mau. Hari kedua, kamu sudah merasa ibu bukan "orang lain" dan kamu mulai bermanja-manja. Ibu suka itu, karena ibu pun merasa menemukan anaknya yang telah lama "hilang". Kamu mulai bercerita ini itu tanpa sedikitpun keraguan. Ibu menyimak dengan serius, candaan dan kadang juga "mem-bully" mu [maafkan ibu nak, ibu hanya tidak ingin kehilangan moments saat itu]. Kamu bercerita yang masih ibu simpan di memori sampai sekarang. Bagaimana mereka berusaha "menjatuhkan" ibu di hadapanmu. Bagaimana "racun-racun" itu berusaha dimasukkan alam bawah sadarmu. Ibu hanya tersenyum saja mendengar itu.
Ya!! ibu memang bukan ibu yang baik buatmu. Ibu tak pernah ada ketika kamu butuhkan. Jadi kamu tak perlu merasa harus balas jasa karena ibu melahirkanmu. Tapi percayalah ibu melakukan itu bukan suatu kesengajaan atau tanpa alasan. Ketika dewasa kamu akan mengerti semua. Hanya menunggu waktu saja. Sekarang nikmati yang ada di depanmu. Berusahalah untuk selalu bahagia, karena bahagiamu adalah bahagia ibu juga.
Anakku, percayalah ibu masih menyayangi sampai detik ini. Posisimu di hati ibu belum tergantikan oleh siapa pun. You're still my beloved one and the only one for me.
Kisah Nyata TKW Hong Kong
Pagi
yang indah seindah mentari di ufuk timur yang sedang tersenyum menyapa
bumi. Kuayunkan langkah di jalanan Hong Kong yang padat, di antara
orang-orang yang berjalan dengan tergesa-gesa. Aku berjalan menuju
sebuah halte bis di ujung jalan. Begitu sampai, ternyata antrian panjang
sudah terjejer rapi di sana. Beberapa menit kemudian bis yang di
tunggu-tunggu datang. Satu persatu para penumpang naik. Sengaja aku
memilih bangku dekat jendela biar puas memandang alam. Di sebelahku,
duduk seorang mbak dengan dandanan tomboy yang asyik masyuk nggedebus di ponselnya.
"Iya, sekarang aku dah naik bis ini," ucapnya dengan lawan bicara di ujung telpon itu.
"Engko nek ngomong piye?" lanjutnya dengan logat jawa yang khas.
Aku
diam dan asyik dengan duniaku sendiri, sehingga tak sempat lagi
mendengar pembicaraan mbak di sebelahku. Terkadang aku tersenyum
sendiri. "Gilakah aku?"
Setelah
melewati beberapa halte bis, aku baru tersadar dari lamunan dan saat
itulah aku menangkap gelagat aneh dari mbak yang duduk di sebelahku
tadi. Dia tampak gelisah, entah apa yang ada di benaknya.
Sebentar-sebentar dia garuk kepalanya yang mungkin tidak gatal itu. Aku
hanya diam sambil melirik segala tingkahnya sambil bertanya-tanya dalam
hatiku,"ada apa dengan mbak ini?"...
Sampai
pada akhirnya, aku baru tahu apa yang membuat dia gelisah setelah
dengan gugup dia berdiri dan menyeru pada pak sopir untuk menghentikan
bis "Eh, pak-pak berhenti lok che (turun)". Tanpa sadar dia
berbahasa indonesia sedangkan sopir yang tak paham bahasa Indonesia itu
dengan mendadak dengan mata melotot menghentikan bisnya. Seketika itu
juga meledaklah tawaku. Sambil ku pegangi perutku aku dan juga mbak itu
turun dari bis. Dengan tatapan aneh dia bertanya padaku,"Orang
indonesia?"
"He eh, mbak..." jawabku.
"Tak pikir wong Filipina mbak, tahu gitu tadi aku diam saja nunggu mbak yang kasih komando pada sopir bis," cerocosnya.
"Eh, kok tadi mbak tertawa sampai ngakak gitu, ada apa ya?"dengan polos dia kembali bertanya.
"Mbak sadar ga kalau ada di Hong Kong?" aku balik bertanya.
"Sadarlah, emang kenapa?" Mbaknya dengan pede nanya kembali dan tampaknya dia belum ngeh dengan apa yang baru saja terjadi.
"Bukankah
tadi mbak memanggil "pak" pada sopir bis? memangnya sopir tadi tahu
mbaknya ngomong apa? Lagian mbak tinggal pencet tombol di atas kepala
sampeyan itu, sopir dah ngerti kok."
Dia berpikir sejenak, baru kemudian tertawa terbahak-bahak mengingat kekonyolannya.
"Oh, iya yah hahahahha....ya maklum mbak aku kan durung isa bahasa kantonis, makasih ya mbak dah diingatkan." ujarnya sambil nggeloyor pergi.
"Dasar bocah gemblung!!!"batinku...
"He..he..he....
....TEST PACK OH TEST PACK....
"Yu, anu...sing jenengane test kehamilan kuwi neng ndi leh tuku? trus priwe oleh ngomong?" Begitu tiba-tiba sebuah suara menyapaku siang ini di sebuah jalan saat aku mengantar makan siang ke sekolah Sailo (momonganku). Dari
jauh aku memang melihat mbak itu tersenyum tapi aku tidak berpikir dia
tersenyum padaku. Aku pun cuek saja berjalan melewatinya. Aku yang terburu-buru dikejar waktu, tak menyangka mbak itu akan menarik tanganku. Aku yang tadinya mau ngomelin dia degan memasang muka galak, jadi
tersenyum mendengar logat ngomong dan mimik culun-nya. Pikirku tadi,
enak saja main tarik tangan orang. Sambil lalu aku menjawab," kuwi neng Manning apa Watson's kan akeh tho."
"Terke aku tho, Yu...." Rengeknya sambil menarik tanganku lagi.
"Eh, aku telat ini nganterin makan siang Sailo. Tinggal 5 menit lagi,bisa dipecat dengan tidak terhormat aku nanti. Wis ah rana dhewe!" jawabku sambil benar-benar pergi menjauh. Aku memang jarang ngobrol dengan mbak-mbak di bawah rumah. Karena mereka sering rasan-rasan dan
itu yang membuatku ga suka. Aku lebih memilih asyik mendengarkan musik
setiap ke pasar atau kemana saja. Atau kalau pun ngobrol seperlunya
saja.
Dengan wajah tanpa dosa, dia membuntutiku sampai sekolahnya Sailo. Begitu aku selesai meletakkan lunch box-nya Sailo, dia menggelangdangku menuju Manning. Eh, kampret nih anak, aku membatin lagi. "Emang sapa tho sing meteng? pacaran karo Pakistan tah?" tanyaku sedikit sewot.
"Kancaku sak omah, sak aken. Bocahe ki ora bisa metu, trus aku sing dikongkon. Bocahe iki pacaran karo bocah lanang seka Yuen Long. Trus
siki kuwi ceritane sing lanang wis duwe pacar maning. Lha sing iki ya
mencak-mencak wong wis telat rong wulan. Wong wedhok ngendi, sing ora
lara atine jal?" Dia terus bercerita tanpa aku minta, sambil terus mengapit tanganku. "Sing lanang kuwi wonge terkenal neng pesbuk Yu. Siki sing meteng iki ya kenek kasus utang piutang mbarang." lanjutnya.
"Iki lho photone, trus iki sing meteng kuwi, lah saiki pacare sing lanang kuwi iki..." cerocosnya tiada henti sambil menunjukkan foto mereka satu-satu.
"Sampean iki kok ya gelem dikongkon tuku ngene iki? Ati-ati sampean ya isa kenekan kasus." Aku mengingatkan sambil berusaha melepaskan cengkraman tangannya. Tapi, rupanya dia belum mau melepaskanku.
"Aku mesakke Yu. Eh, aja ngedeni ta Yu. Kasus piye? Wong aku ora melu-melu." Tanyanya mulai ketakutan.
"Lha sampean nek disilihi duit trus bocahe kabur utawa bunuh diri kan ya sampean dhewe sing rugi tho?" jawabku.
" Eh, agih takonke maring pelayane Yu..." pintanya padaku setelah sampai di Manning.
"Lho kok aku tho? sampean kana sing takon."
"Piye leh takon? apa jenengane?"
"Sik tak golekane, aja rame wae." kataku sambil menuju rak obat-obatan. Berhubung Manning dalam renovasi, jadi semua barang tidak pada tempatnya. Entah di mana benda yang sedang kami cari itu.
Dengan tak sabarnya, kemudian mbak ini kembali menggelandangku ke depan kasir sambil berkata," sampean takon wae Yu, ben cepet ketemu."
"Ya wis sampean wae takon." aku balik menyuruhnya. Dengan bahasa kantonis yang patah-patah dia bertanya pada kasir. Ndilalah kersaning ngalah, kasirnya ga begitu ngeh. Terpaksalah aku yang ngomong. Huh....
"She need test pack for pregnancy, where is it?" aku menjelaskan dan bertanya pada pelayan yang dipanggil kasir. Si kasir dengan muka melongo kemudian bilang "sei lah" (mampus, bahasa kasarnya) sebelum menjawab kemudian meminta pelayan menunjukkan pada kami. Aku yang merasa tak enak hati dan malu, menatap atau lebih tepatnya memelototi dengan muka tak bersahabat pada kasir itu. (Kalau ga digituin, biasanya terjadi diskriminasi). Si kasir jadi salah tingkah.
Setelah mendapat apa yang diinginkan, si mbak antri untuk membayar. Aku pun pamit pergi. Mbaknya bilang,"matur nuwun ya Yu, moga-moga gusti Allah membalas kebaikan sampean."Lhadalah, aku melongo sambil njrunthul ngalih....Duhhhhhh.....
"Iki lho photone, trus iki sing meteng kuwi, lah saiki pacare sing lanang kuwi iki..." cerocosnya tiada henti sambil menunjukkan foto mereka satu-satu.
"Sampean iki kok ya gelem dikongkon tuku ngene iki? Ati-ati sampean ya isa kenekan kasus." Aku mengingatkan sambil berusaha melepaskan cengkraman tangannya. Tapi, rupanya dia belum mau melepaskanku.
"Aku mesakke Yu. Eh, aja ngedeni ta Yu. Kasus piye? Wong aku ora melu-melu." Tanyanya mulai ketakutan.
"Lha sampean nek disilihi duit trus bocahe kabur utawa bunuh diri kan ya sampean dhewe sing rugi tho?" jawabku.
" Eh, agih takonke maring pelayane Yu..." pintanya padaku setelah sampai di Manning.
"Lho kok aku tho? sampean kana sing takon."
"Piye leh takon? apa jenengane?"
"Sik tak golekane, aja rame wae." kataku sambil menuju rak obat-obatan. Berhubung Manning dalam renovasi, jadi semua barang tidak pada tempatnya. Entah di mana benda yang sedang kami cari itu.
Dengan tak sabarnya, kemudian mbak ini kembali menggelandangku ke depan kasir sambil berkata," sampean takon wae Yu, ben cepet ketemu."
"Ya wis sampean wae takon." aku balik menyuruhnya. Dengan bahasa kantonis yang patah-patah dia bertanya pada kasir. Ndilalah kersaning ngalah, kasirnya ga begitu ngeh. Terpaksalah aku yang ngomong. Huh....
"She need test pack for pregnancy, where is it?" aku menjelaskan dan bertanya pada pelayan yang dipanggil kasir. Si kasir dengan muka melongo kemudian bilang "sei lah" (mampus, bahasa kasarnya) sebelum menjawab kemudian meminta pelayan menunjukkan pada kami. Aku yang merasa tak enak hati dan malu, menatap atau lebih tepatnya memelototi dengan muka tak bersahabat pada kasir itu. (Kalau ga digituin, biasanya terjadi diskriminasi). Si kasir jadi salah tingkah.
Setelah mendapat apa yang diinginkan, si mbak antri untuk membayar. Aku pun pamit pergi. Mbaknya bilang,"matur nuwun ya Yu, moga-moga gusti Allah membalas kebaikan sampean."Lhadalah, aku melongo sambil njrunthul ngalih....Duhhhhhh.....
Sumber : http://likalikulakonku.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar