Senin, 04 Januari 2016

Renungan Buat Kita

Bismillaahirrahmaanirrahiim……..
Cerita ini saya (penulis) tulis adalah untuk memberikan ibrah kepada kita semua khususnya saya sendiri, bahwa penderitaan dan kesusahahpayahan kita dalam menempuh jalan yang haq ini tidaklah seberapa, bahkan jika kita bandingkan dengan para salafush shalih. Cerita yang saya ambil ini adalah kisah manusia di masa ini, di mana sangat langka dan sulit ditemui orang-orang yang memiliki ghirah yang sama sepertinya dalam menuntut ilmu agama. Saya menuliskan cerita ini adalah berdasarkan sebuah kisah nyata, di mana kisah tersebut saya dengar sendiri oleh salah satu sumber terpercaya yang mengetahui kisah tersebut… Wallahu a’lam. Semoga kisah ini dapat memotivasi dan menginspirasi kita untuk lebih dapat bersemangat dalam menuntut ilmu syar’i…Barakallahu fikum.

Di suatu daerah terpencil, terdapat sepasang suami istri yang sangat zuhud…. Mereka belum dikaruniai seorang putra, karena masih dikategorikan pengantin yang masih baru. Perlu diketahui, sang suami adalah seorang yang sangat rajin menuntut ilmu, ia adalah seseorang yang memiliki semangat yang sangat luar biasa untuk memperoleh ilmu. Bahkan, dahulu ketika ia ingin menikah, ia tidak mempunyai sepeser uang yang cukup untuk meminang seorang akhawat, dan akhirnya ia menghadap kepada salah seorang ustadz di ma’had yang saat itu ia belajar di sana, hanya untuk meminta nasihat bagaimana ia dapat menikah. Ia sangat sadar bahwa dirinya tak tampan dan tidak mapan dalam pekerjaan, karena hampir masa mudanya dihabiskan di ma’had. Sang ustadz pun menghargai tekadnya dan pada akhirnya membiayai pernikahan lelaki tersebut.

Sang suami di masa mudanya adalah salah seorang murid yang diakui kepandaiannya di ma’hadnya. Beberapa rekan dan ustadz memujinya dalam hal keilmuannya. Suatu hari sang suami berniat ingin mendatangi suatu daurah di luar kota. Karena ia belum memiliki pekerjaan yang tetap (masih serabutan -pen.), maka ia dan istrinya memikirkan bagaimana caranya agar sang suami dapat pergi untuk mendatangi daurah tersebut walau ekonomi mereka sangat pas-pasan. Jarak yang harus ditempuh sangatlah jauh, sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan penghasilan mereka untuk makan sehari-hari saja masih belum cukup. Sang suami bukanlah seorang yang malas dalam mencari nafkah, namun qadarallah…. Allah telah menetapkan rezekinya hanya sedemikian. Walau demikian, ia tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya.

Suatu hari, istrinya yang walhamdulillah sangat qana’ah dan juga zuhud, berinisiatif membongkar tabungan yang beberapa bulan ia kumpulkan di kotak penyimpanannya. Qaddarallah…..uang yang terkumpul hanya Rp 10.000,-. Bayangkan wahai pembaca -bahkan, mata ini ingin menangis ketika saya mengetik kisah ini- dalam sehari, kita bisa memegang uang puluhan ribu, ratusan ribu, bahkan mungkin hingga ada yang mencapai nominal jutaan. Dengan keistiqamahan dan kezuhudan, sang istri tidak pernah mengeluh untuk mengumpulkan 100 perak (Rp 100,-) setiap keuntungan yang diperoleh suaminya yang tidak setiap hari ia dapatkan.

Sang istri segera mengumpulkan uang tersebut dan berinisiatif untuk membuatkan bekal arem-arem (bahasa Jawa), yaitu sejenis nasi kepal yang dibungkus daun pisang untuk bekal perjalanan suaminya. Hanya itu yang dapat sang istri berikan kepada suaminya sebagai wujud cinta dan kasih sayangnya. Sang suami pun kemudian berangkat dengan membawa bekal dan doa dari istrinya untuk menuntut ilmu. Ia pergi dengan berjalan kaki!! Yah, hanya berjalan kaki untuk menepuh jarak puluhan kilometer!!! (Wallahua’lam). Karena, ia tak membawa uang sepeserpun untuk bepergian, hanya beberapa buah arem-arem dan pakaian yang melekat di badannya yang ia bawa ke luar kota. Subhanallah…..

Perjalanan ia tempuh tiga hari tiga malam dengan kedua kakinya tanpa kendaraan satupun. Akhirnya, ia pun sampai di tempat daurah dilaksanakan, hanya dengan berjalan kaki dan berteduh di tempat seadanya selama perjalanan.
Dauroh akhirnya dimulai. Selama daurah, ia sangat antusias untuk mengambil ilmu yang diterimanya, ia mengambil shaf paling depan dan dekat dengan ustadz pemateri. Namun beberapa saat kemudian, ia mendapat teguran oleh seseorang di sampingnya, karena setiap beberapa menit ia selalu meluruskan kakinya ketika materi berlangsung. Hal itu tidak ia lakukan sekali-dua kali, namun hingga beberapa kali, hingga akhirnya orang di sampingnya pun menegurnya karena menganggapnya tidak sopan. Hal itu ia lakukan (meluruskan kaki ke depan -ed.),

karena kakinya terasa pegal (sebab -ed.) selama tiga hari tiga malam berjalan kaki. Masya Allah!
Saat istirahat pun tiba. Ia berkumpul dengan ikhwan-ikhwan lain di dapur untuk membantu berbenah. Ia pun akhirnya menceritakan kisah tiga hari tiga malamnya itu kepada salah seorang ikhwan di tempat tersebut dan seketika membuat tercengang orang-orang yang mendengarnya. Akhirnya, cerita itu sampai ke telinga ustadz pemateri daurah…Ustadz pun tercengang dengan kisah itu! Akhirnya, ustadz beserta ikhwan-ikhwan mengumpulkan dana sukarela untuk memberikan sumbangan kepadanya dan terkumpulah uang Rp 300.000,- sebagai dana bantuan
untuk kepulangannya.

Subhanallah, sebuah kisah yang mungkin sempat kita ragukan kebenarannya, tapi Insya Allah ini kisah nyata. Semoga kita dapat mengambil ibrah (pelajaran -ed.) dari kisah ini. Terakhir, mari kita simak hadits berikut ini, “Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu agama, pasti Allah membuat mudah baginya jalan menuju surga.” (H.R. Muslim).
Yahya bin Abi Katsir rahimahullahu ta’ala berkata, “Ilmu tidak akan diperoleh dengan tubuh yang dimanjakan (dengan santai/tidak bersungguh-sungguh).” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi I/385, no. 554)
Semoga cerita ini dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua terkhususnya saya sebagai penulis. Wallahu a’lam bishawab….

NB: Jika ada kekurangan penulisan maupun kekurangtepatan alur cerita dalam kisah ini, semua kesalahan dari penulis semata dan mohon untuk dimaklumi karena keterbatasan ingatan dan lain sebagaianya, karena kebenaran semuanya dari Allah ‘Azza wa Jalla semata.
Barakallahu fikum
(Menuntut Ilmu Dien (Syar’ie)’s blog)
Yogyakarta, 9 Juni 2011

Sumber :  https://salafiyunpad.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar